Minum minuman manis memang enak, apalagi kalau diminum dingin-dingin saat cuaca sedang panas. Rasanya yang segar membuat lidah ketagihan. Tanpa sadar, berbotol-botol minuman manis habis ditenggak dalam sekejap.
Karyawan swasta Handoko (59) bisa dibilang pernah kecanduan minuman manis, khususnya teh di dalam kemasan. Ia bisa menghabiskan 3-4 botol teh setiap hari. Ia juga meminum sedikitnya dua gelas teh seduh yang dicampur gula setiap hari.
”Rasa minuman itu enak sekali. Tanpa sadar, saya jadi kecanduan. Setiap hari pasti minum teh itu. Kalau dipikir-pikir, kebiasaan ini muncul karena teh kemasan banyak dijual di swalayan. Mudah sekali membelinya,” tutur Handoko di Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Kebiasaan ini dilanjutkan dengan menyuplai sekitar dua dus teh kemasan setiap bulan. Ada 24 botol teh di dalam satu dus. Teh itu disiapkan khusus untuk konsumsi pribadinya. Hal ini sedikit banyak ”menyuburkan” kebiasaan Handoko minum minuman berpemanis.
Kebiasaan ini berlangsung selama beberapa tahun. Butuh waktu agak lama bagi Handoko untuk memutus kebiasaan tersebut. Kini, ia mengurangi konsumsi minuman berpemanis. Alasannya, ia ingin hidup sehat setelah istrinya meninggal beberapa saat lalu karena sakit.
”Saya tahu mengonsumsi minuman manis terlalu banyak berisiko membuat saya sakit. Itu sebabnya, dulu, saya mengimbanginya dengan olahraga empat kali dalam seminggu. Setelah istri tidak ada, saya tidak mau lagi minum minuman manis terlalu banyak,” tutur Handoko.
Rasa minuman itu enak sekali. Tanpa sadar, saya jadi kecanduan. Setiap hari pasti minum teh itu. Kalau dipikir-pikir, kebiasaan ini muncul karena teh kemasan banyak dijual di swalayan. Mudah sekali membelinya.
Kini, ia mengurangi konsumsi teh kemasan secara signifikan. Teh kemasan tidak lagi ia minum setiap hari. Ia perlahan mengganti minuman tersebut dengan kopi hitam. Konsumsi gula pasir pun ia ganti dengan gula rendah kalori.
Baca juga : Menakar Pajak Minuman Manis
Karyawan swasta Marcellino (25) juga konsumen teh berpemanis ”garis keras”. Dalam sehari, ia mengonsumsi 1-3 botol teh kemasan. Perilaku ini didapat dari kebiasaan jajan sejak ia duduk di bangku SD.
”Aku sering beli soda saat masih sekolah dan sekarang beralih ke teh kemasan. Aku sering dimarahi pacar dan mama karena ini. Katanya, aku bisa kena diabetes. Mama khawatir karena orangtuanya meninggal akibat diabetes,” kata Marcellino.
Ia pun berencana mengurangi konsumsi minuman berpemanis. Ia memulainya dengan hanya memperbolehkan diri minum air putih selama seminggu penuh. Hasilnya, sistem pencernaannya menjadi lancar dan badannya terasa lebih segar.
”Sebenarnya, terlalu banyak minum manis bikin enek. Berat badanku juga jadi bertambah 4 kilogram karena keseringan minum minuman manis,” ujarnya.
Hal serupa dialami karyawan swasta Basar (29). Kebiasaan minum teh berpemanis membuat ia sering dimarahi ibunya. Di sisi lain, ia mulai sadar akan potensi gangguan kesehatan yang bisa muncul akibat kebiasaannya tersebut. Ia pun mengurangi konsumsi minuman berpemanis dan beralih ke air putih.
Selain itu, Basar juga berolahraga agar tubuhnya sehat, seperti olahraga lari dan bulu tangkis. Kebiasaan barunya tersebut membuahkan tanda positif. Ia merasa tubuhnya lebih enteng dan nafsu makannya jadi terkontrol.
”Dulu, aku bisa beli dua teh kemasan sebanyak 3-4 kali dalam seminggu. Berat badanku naik 19 kilogram karena terlalu sering jajan (minuman berpemanis),” ucap Basar.
Menimbulkan penyakit
Dokter spesialis gizi klinik Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Fiastuti Witjaksono mengatakan, mengonsumsi minuman berpemanis terlalu banyak berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan yang dimaksud antara lain obesitas, diabetes melitus, dan payah ginjal sehingga individu harus menjalani cuci darah.
”Kementerian Kesehatan sudah mengatur asupan gula harian yang dianjurkan. Dalam sehari, kita hanya boleh mengonsumsi lima sendok makan gula atau setara sekitar 50 gram. Angka itu adalah akumulasi dari semua makanan dan minuman mengandung gula yang kita konsumsi dalam sehari. Selain gula, konsumsi minyak dan garam juga harus diperhatikan,” tutur Fiastuti.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018, angka prevalensi anak berusia 13-15 tahun dengan berat badan lebih meningkat dari 8,3 persen menjadi 11,2 persen. Pada kelompok usia 16-18 tahun, angka prevalensi meningkat dari 5,7 persen menjadi 9,5 persen.
Adapun Riskesdas 2018 menyatakan, angka prevalensi diabetes pada penduduk berusia di atas 15 tahun meningkat. Pada 2013, angka prevalensinya adalah 6,9 persen dan naik menjadi 8,5 persen pada 2018.
Berdasarkan jurnal Minuman Berkalori dan Kontribusinya terhadap Total Asupan Energi Remaja dan Dewasa oleh Institut Pertanian Bogor pada 2012, minuman berpemanis berkontribusi terhadap asupan energi harian publik. Penelitian ini dilakukan terhadap 1.200 subyek berusia remaja (15-18 tahun) dan dewasa (25-55 tahun) di Bandung, Jakarta Utara, Malang, Surabaya, Malino, dan Makassar.
Mengonsumsi minuman berpemanis terlalu banyak berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan yang dimaksud antara lain obesitas, diabetes melitus, dan payah ginjal sehingga individu harus menjalani cuci darah.
Hasilnya, jenis minuman berkalori yang berkontribusi tertinggi terhadap asupan energi harian adalah susu kemasan pada remaja dan teh tanpa kemasan pada dewasa. Masing-masing menyumbang energi sebesar 106 kilokalori dan 177 kilokalori.
Total asupan energi minuman berkalori pada remaja adalah 420 kilokalori (21,2 persen) dan dewasa 450 kilokalori (23,4 persen). Penelitian juga menunjukkan korelasi positif antara asupan minuman berkalori dan total asupan energi pada remaja dan dewasa.
Wacana cukai
Pada Februari 2020, pemerintah melempar wacana untuk mengenakan cukai terhadap sejumlah barang. Rencana pengenaan cukai ini diusulkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ada tiga usulan cukai baru yang disampaikan, yakni cukai untuk produk minuman berpemanis, plastik, dan kendaraan bermotor beremisi karbon. Dari tiga usulan, DPR baru menyetujui pengenaan cukai terhadap produk plastik (Kompas.id, 23/2/2020).
Pemerintah mengusulkan dua kelompok minuman berpemanis yang akan dikenai cukai. Keduanya adalah minuman berpemanis gula dan pemanis buat siap konsumsi serta minuman berpemanis dalam bentuk konsentrat yang perlu diencerkan, seperti kopi saset dan minuman berenergi bubuk.
Minuman berpemanis dibagi menjadi dua jenis sejauh ini. Pertama, minuman teh kemasan dengan usulan cukai sebesar Rp 1.500 per liter. Kedua, minuman berkarbonasi dengan usulan cukai Rp 2.500 per liter.
Baca juga : Hidup Sehat Pakai Pajak
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, masyarakat belum perlu khawatir dengan wacana pajak baru. Sebab, wacana ini masih butuh dikaji lebih lanjut oleh pemerintah.
”Gapmmi telah berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Isu ini masih dibahas dan mereka mengakui bahwa wacana ini butuh dikaji lebih lanjut karena pemerintah perlu juga memperhatikan industri,” kata Adhi.
Di sisi lain, pemerintah berencana mengenakan cukai pada minuman berpemanis untuk menggalakkan kesehatan publik. Kebijakan ini diharapkan dapat menekan angka obesitas dan penyakit diabetes yang ada di Indonesia.
Pajak ini juga diharapkan dapat menurunkan angka impor gula mentah. Pada 2020, pemerintah menetapkan alokasi impor gula mentah sebanyak 3,2 juta ton. Angka ini naik dari 2,8 juta ton pada 2019 (Kompas, 9/3/2020).
"manis" - Google Berita
March 10, 2020 at 05:51PM
https://ift.tt/3aHrFyr
Candu Minuman Manis – Bebas Akses - kompas.id
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Candu Minuman Manis – Bebas Akses - kompas.id"
Post a Comment