TEMPO.CO, Jakarta - Ida Royani, Buruh Migran Indonesia di Hong Kong merasakan beban bertambah sejak wabah virus Corona menerpa Hong Kong. BMI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, begitu dia menyebut pekerjaannya, bekerja 24 jam setiap hari. Meski pemerintah Cina sudah mencabut lockdown akhir Maret lalu, namun Hong Kong belum sepenuhnya membebaskan orang-orang untuk bergerak.
Berikut petikan wawancara Tempo dengan Ida via Whatsapp dan surat elektronik pada hari Rabu, 8 April 2020. Ida dikenal blogger yang tulisannya dipublikasi media di Hong Kong dan di tanah air.
Tempo: Di hari pertama hingga sepekan lockdown, apa yg paling menantang Anda hadapi?
Ida : Terkait wabah Covid-19 di Hong Kong, penerapan lockdown tidak serta merta ditutup,terus tidak boleh keluar rumah dan tidak ada aktivitas di jalan. Kalau lockdown versi Hong Kong seperti ini kronologinya. Pada 3 Februari lalu perlintasan Cina-Hong Kong ditutup ( Lok Wu, Lok Ma Chau, pelabuhan kapal feri). Kemudian Pemerintah Hong Kong mengeluarkan regulasi mulai tanggal 29 Maret sampai 11 April:
"Jangan bergerombol/nongkrong ditempat umum lebih dari 4 orang. Bagi yang tidak patuh, Denda/Tilang Tunai bayar di HK Post HK$2000 (Rp.4juta). Melanggar lagi? Mungkin teman-teman akan ditilang untuk kedua kali atau jika didakwa di pengadilan dikenakan denda maksimal HK$25.000 atau setara Rp 50 juta serta penjara 6 bulan."
Sebenarnya kami masih boleh beraktivitas di luar. Tapi disarankan untuk di rumah. Dan yang di Hong Kong itu taat-taat sama peraturan atau disiplin. Kesadaran orang yang tinggal di Hong Kong sudah tinggi menurut saya, karena kita sudah pengalaman waktu melawan SARS dulu, Ebola, Flu burung, flu babi.
Untuk BMI. kami ada juga yang libur tapi keadaan di luar sepi. Mau cari makanan khas Indonesia juga rada susah. Irit masker juga. Masker masih barang mahal walau sudah normal ada di toko-toko.
Dampak dari wabah Covid-19 ini, bagi saya juga teman-teman BMI banyak mengeluh. Kalau biasanya ngelap atau bersih-bersih biasanya sehari cukup sekali. Sekarang setidaknya 2 kali dan memakai obat-obatan atau larutan anti bakteri yang banyak mengandung bahan-bahan kimia. Baunya kuat, bahaya juga sih kalau terus-terusan begini. Majikan bekerja di rumah sejak Februari lalu, anak-anak juga tidak sekolah sejak Februari lalu, jadi rasanya rada stres.
Bahkan, karena situasi seperti ini banyak majikan di Hong Kong yang dirumahkan oleh perusahaannya. Jadi BMI ikut kena imbas di-terminate (pemutusan kontrak). Kami sudah mengadu ke KJRI.
Sebenarnya imbauan dari Pemerintah Hong Kong agar para BMI untuk Stay at Home, sangat diskriminatif. Lha apa bedanya orang Hong Kong dengan BMI? Kalau orang Hong Kong boleh keluar potensi untuk terpapar juga sama dengan BMI jika keluar rumah. Tapi ya apa daya kami? Melalui organisasi-organisasi BMI yang ada di Hong Kong kami sampaikan keluahan-keluhan kami kepada KJRI Hong Kong, juga ke Hong Kong Labour Department. Di Hong Kong keluhan dikelola secara rapi. Keluhan-keluhan kami dihimpun di organisasi seperti JBMI. Lalu diadakan audensi dengan stake holder TKI.
Saya sendiri sudah bersetuju dengan majikan untuk tidak libur di hari Minggu hingga akhir April ini, tapi dihitung lembur.
TEMPO: Selama 2 bulan lebih Hong Kong lockdown, bagaimana Anda mengisi hari dengan gerak langkah sangat dibatasi.
Ida: Sejak Februari saya kalau libur di hari Minggu, persaaan terkadang nga enak. Jangan-jangan saya bersama orang yang terpapar tapi yang bersangkutan tidak tahu kalau dia terpapar Covid-19. Perasaan seperti ini bukan saya saja mengalami tapi hampir semua teman-teman. Tapi mulai pertengahan Maret hingga April ini total hari libur saya di rumah. Karena tidak boleh ada kerumunan, jadi otomatis berbagai kegiatan dan kreativitas BMI di Hong Kong ditunda. Liburan jadi nga asyik.
Bahkan ada perlombaan Film Pendek dan Business Planing yang digelar oleh NGO Hong Kong dalam rangka menyambut International Womens Day 2020 dan Labour Day 2020, saya kerjakan malam hari setelah habis kerja dengan sebisanya dan bahan seadanya di rumah. Untuk komunikasi, kami berinteraksi dengan panitia atau teman-teman yang lain pakai aplikasi Zoom.
Stres juga rasanya hari libur tidak bisa keluar atau tidak seperti dulu lagi. Untuk membunuh rasa bosan, saya coba bikin pizza dengan modifikasi toping rendang ayam atau chiken masala. Tidak terbayang sih, ada waktu untuk mencoba masak-masak kue, dan majikan suka.
Intinya ada hikmah di balik keadaan ini. Meski aktivitas kami di Hong Kong terbatas, alhamdulillah kami masih bisa berbagi rezeki dan berbagi informasi dan pengalaman dengan saudara-saudara kami di tanah air untuk bersama-sama memerangi Covid-19.
TEMPO: Akhir Maret lalu Cina cabut lockdown. Sejak itu, apakah kehidupan Hong Kong sudah berangsur normal? Bebas kemana-mana, berjalan di tempat publik dan melakukan kegiatan sehari-hari?
Ida: Sampai hari ini, Rabu 8 April 2020 keadaan masih seperti ini. Peraturan berlaku sampai tanggal 11 April.
Penumpang kereta bawah tanah di Hong Kong mengenakan masker pada Jumat, 16 Maret 2020, [MARKETWATCH]
Tempo: Khusus Hong Kong, setahu Anda sudah ada TKI yang mulai mudik setelah Cina mencabut lockdown?
Ida: Sependek yang saya tahu, semua teman-teman yang berencana mudik, ditunda. Di rumah nanti juga ribet, kena stigma masyarakat harus isolasi, atau paling parah dikira membawa Corona.Balik ke Hong Kong lagi ribet, harus karantina dan seterusnya.
Maskapai penerbangan juga masih belum beroperasi, batal terbang hingga Mei 2020. Misalnya Cathay Pacific rute Hong Kong - Surabaya - Hong Kong, tutup dari 28 Maret hingga 31 Mei 2020, Singapore Airlines rute Hong Kong - Jakarta/Bali/Surabaya/Semarang/Jogyakarta tutup dari 23 Maret hingga 30 April 2020.
Tempo: Anda menjalani tes kesehatan juga? Bagaimana Anda menjaga kesehatan agar tidak terjangkit virus Corona?
Ida: Ndak. Saya ndak tes kesehatan. Saya tidak punya history ke Cina bulan Januari. Yang tes itu yang ke Cina pada saat bulan Januari, dikarantina juga.
Kalau saya menjaga agar tidak terpapar, sudah sejak dulu sudah terbiasa kalau musim dingin begini pada pagi hari bangun tidur minum air + madu. Saya juga sudah sejak lama mengkonsumsi ekstrak daun kelor. Persediaan jamu pasti ada, maklum orang Jawa. Rutinitas ngepel 2 kali sehari, bersih-bersih rumah sudah sama dengan olah raga. Jam 12 malam harus sudah tidur, istirahat mesti cukup. Dan yang penting berpikiran positif, bermohon pada Allah SWT agar dikurniakan keselamatan dunia akhirat. Alhamdulillah saya bisa salat, jadi selalu wudhu atau cuci tangan.
Tempo: KBRI dan KJRI membantu TKI di Hong Kong selama lockdown?
Ida: Dengan adanya akun resmi Facebook KJRI Hong Kong sangat membantu sekali, terutama dalam arus informasi yang terkadang hoaks. Selama lockdown KJRI mengadakan FB live di hari Minggu, jadi kami bisa nonton di rumah. Namun kan tidak semua orang bisa buka FB, atau barangkali sibuk, atau bahkan ada yang malas FB.
Saya sih berharap KJRI Hong Kong bekerja sama dengan provider untuk broadcast info-info melalui nomor telepon BMI Hong Kong. Semua orang pasti ada handphone. Kayak info-info penting imbauan, masalah pelayanan visa, kontrak kerja, memperbarui paspor dan sebagainya.
"manis" - Google Berita
April 08, 2020 at 04:30PM
https://ift.tt/2xaXbGU
Cerita Pahit dan Manis Ida, Buruh Migran Saat Hong Kong Lockdown - Dunia Tempo.co
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Pahit dan Manis Ida, Buruh Migran Saat Hong Kong Lockdown - Dunia Tempo.co"
Post a Comment